Thursday, November 29, 2012

Jenis Transportasi kuda yang ada di Indonesia

1.Andong

Andong merupakan salah satu alat transportasi tradisional di Yogyakarta dan sekitarnya, seperti Solo dan Klaten. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri yang kini masih terus dilestarikan.

Walaupun sudah banyak kendaraan bermotor yang lebih cepat dan murah, tetapi pengguna Andong di Yogyakarta ini masih cukup banyak. Andong-andong ini dapat ditemui dengan mudah di sepanjang jalan Malioboro, pasar Ngasem, serta di Kotagede.

2.Bendi atau Dokar
Bendi, adalah sebutan untuk kereta kuda dengan dua roda, dikemudikan oleh kusir. Angkutan tradisional ini masih dipertahankan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar Bukittinggi. Bendi ini akan dapat mengantar kita berkeliling kota Bukittinggi, harga yang murah berkisaran Rp.15.000 untuk berkeliling Kota Bukittinggi mengingatkan kita seperti masa tempo dulu.

bendi juga terdapat disebagian daerah disumatera barat seperti Padang,pariaman,payakumbuh,padang panjang,lubuk basung dan beberapa daerah lainnya.

3.Dokar di pulau jawa 
Dokar ini adalah transportasi khas Jawa, banyak terdapat di Kota kota di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sekitar Malioboro juga terdapat angkutan mirip dokar, akan tetapi itu bukan dokar, melainkan Andong, perbedaannya yaitu terletak pada jumlah rodanya, kalau andong, rodanya ada 4 (empat), sedangkan dokar hanya 2 (dua).

4.Delman
Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Variasi alat transportasi yang menggunakan kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana dan Kereta kuda.

Nama kendaraan ini berasal dari nama penemunya, yaitu Charles Theodore Deeleman, seorang litografer dan insinyur pada masa Hindia Belanda.[1] Orang Belanda sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama dos-à-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-à-dos ini kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat lagi menjadi 'sado'
Sumber

No comments:

Post a Comment