Nama adalah sebutan yang diberikan pada benda, manusia, tempat, produk, atau juga untuk gagasan ataupun konsep. Nama memiliki tujuan untuk membedakan antara satu dengan yang lain dan untuk mengenali suatu kelompok, baik orang maupun makhluk hidup lainnya.
Nama juga bisa dikelompokkan menjadi beberapa bagian, seperti nama asli, nama lengkap, atau nama singkat. Nama pa nggilan, biasanya untuk memudahkan atau mempersingkat jika nama asli cukup sulit disebutkan.
Khusus untuk nama julukan biasanya berkaitan dengan suatu peristiwa, baik sejarah, kejadian penting, atau kejadian lainnya yang mengarah pada penggantian nama asli, seperi kota-kota di Indonesia yang memiliki julukan tersendiri. Dari beberapa julukan tersebut ada yang terbilang unik karena berkaitan dengan sejarah, kondisi georgrafis, maupun tata cara kehidupan sosial kota tersebut. Berikut uniknya.com merangkum 5 julukan unik kota-kota di Indonesia:
1. Bandung, Kota Kembang
Kembang adalah bahasa Sunda untuk kata bunga. Kata kembang adalah kiasan untuk noni-noni atau perempuan muda bandung yang terkenal dengan kecantikkan dan keanggunannya. Istilah kota kembang berasal dari peristiwa pada tahun 1896 saat Bestuur Van De Vereninging Van Suikerplanters atau pengurus besar perkumpulan pengusaha gula yang berkedudukan di Surabaya memil ih Bandung sebagai tempat penyelenggaraan kongres yang pertama.
Sebagai peserta panitia kongres, tuan Jacob mendapat masukkan dari Meneer Schenk agar menyediakan wanita cantik Indo-Belanda dari wilayah perkebunan pasirmalang untuk menghibur para pengusaha gula tersebut. Dan noni cantik tersebut bagi orang Sunda disebut kembang, atau bunga, karena kecantikannya seperti bunga yang menarik hati jika dipandang
Setelah kongres, para pengusaha tersebut menyatakan kepuasannya. Atas pujian terhadap para gadis cantik yang sudah menemaninya, keluar istilah dalam bahasa Belanda, De Bloem Der Indische Bergsteden, atau yang artinya bunganya kota pegunungan di Hindia Belanda. Sejak saat itulah kemudian muncul julukan Bandung sebagai kota kembang.
2. Kudus, Kota Kretek
Julukan kota kretek untuk kota Kudus di Provinsi Jawa Tengah, karena Kudus merupakan penghasil rokok kretek terbesar di Jawa Tengah. Ternyata embel-embel kretek berasal d ari bunyi rokok yang gulungan cengkeh dan tembakaunya menggunakan daun jagung yang sudah kering. Dan ketika dihisap keluar bunyi kretek-kretek dari daun jagung yang kering tersebut.
Konon, pembuatan rokok dengan cara diliting tersebut pertama kali dilakukan seorang warga Kudus bernama Haji Djamari sekitar abad ke-19. Penduduk asli Kudus ini tengah menderita sakit dada. Biasanya Djamari mengobati sakit dadanya dengan menggunakan minyak cengkeh, dan hasilnya sakit dadanya sembuh. Lantas Djamari bereksperimen mengolah cengkeh dicampur tembakau dan dilinting menggunakan daun jagung kering dijadikan rokok.
Ternyata permintaan rokok yang dianggap sebagai obat tersebut sangat tinggi. Rokok temuan Djamari tersebut lantas dinamai rokok kretek, bersumber pada bunyi daun jagung kering yang terbakar. Konon Djamari meninggal pada 1890, tetapi temuannya itu terus berkembang.
Karena permintaan besar terhadap rokok kretek, warga kudus lain pun m elakukan hal samadan menjualnya. Selain rokok kretek yang dibuat di rumah-rumah warga menggunakan tangan, juga ada rokok kretek yang dibuat pabrik dengan menggunakan mesin. Oleh karena itu, jumlah merek rokok kretek di Kudus berkisar ratusan, atau jika dengan nama rokok yang sudah bangkrut bisa mencapai ribuan merek rokok.
3. Bogor, Kota Hujan
Julukan untuk kota yang satu ini, berasal dari kondisi nyata kota tersebut. Julukan ini muncul karena memang intensitas hujan di kota Bogor pada zaman dulu sangat tinggi. Bahkan hampir setiap hari hujan turun di kota Bogor. Hujan tersebut juga sulit diprediksi, tetapi hanya satu yang pasti, Bogor akan selalu diguyur hujan setiap harinya.
Secara letak geografis, Bogor memang sangat berpotensi mendapat curah hujan tinggi, karena terletak di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede, sehingga kaya akan hujan orografi. Secara ilmiah, angin laut dari laut Jawa yang membawa uap air masuk ke pedalam an dan naik secara mendadak di wilayah Bogor, sehingga uap air langung terkondensasi dan menjadi hujan. Intensitas hujan di kota Bogor mencapai 70% dalam setahun.
Pada zaman dulu, iklim lokal ini dimanfaatkan para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, karena didukung curah hujan yang tinggi.
Dari kota yang luas wilayahnya 118,5 kilometer persegi ini, meskipun hujan turun setiap hari, kota Bogor terbebas dari banjir, karena sungai yang ada di kota Bogor permukaan airnya jauh di bawah permukaan daratan, seperti Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Dengan topografi seperti itu, maka kota Bogor akan terbebas dari ancaman bahaya banjir alami.
4. Demak, Kota Wali
Julukan Demak, sebagai kota wali, mengacu pada Masjid Agung Demak, sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia yang terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid dipercaya sebagai tempat berkumpulnya para wali atau ulama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Atau kita mengenalnya dengan Sembilan wali atau walisongo.
Demak kota wali merupakan salah satu bentuk pencitraan kota yang terbentuk karena latar belakang sejarah penyebaran agama Islam. Selain sebagai pusat awal penyebaran Islam di Jawa, Demak juga merupakan kesultanan Islam pertama di Jawa, tepatnya sejak abad ke-15, dengan para dewan keagamaan walisongo
Konon, sebelum bersyiar Islam ke berbagai pelosok daerah di Jawa, walisongo selalu bermusyawarah di masjid yang didirikan oleh Raden Patah, raja pertama dari kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Bersama walisongo pula masjid ini bisa berdiri kokoh. Di masjid ini walisongo selalu merencanakan pembagian wilayah mana saja yang akan didatangi dalam menyebarkan agama Islam. Dari cerita tersebut maka Demak mendapat julukan sebagai kota wali.
Namun, bukan hanya Demak sa ja yang mendapat julukan sebagai kota wali. Ternyata Tubanjuga mendapat julukan serupa. Yang mendasari Tuban dijuluki kota wali, karena Tuban menjadi salah satu jalur penting dari para wali saat menyebarkan agama Islam. Bahkan konon, para wali sering kali memilih beristirahat di Tuban saat perjalanan panjangnya.
5. Ambon, Kota Manise
Sederhana sekali julukan yang diberikan pada Ibu Kota Provinsi Maluku, yang mengandung arti Ambon yang manis. Namun, walaupun sangat sederhana, kata Ambon manise mengandung banyak arti. Yang pertama kata manise merujuk pada fisik orang-orang Ambon yang manis, karena berkulit sawo matang, berambut ikal, bertulang besar dan kuat, serta terlihat lebih atletis.
Kata manise juga menggambarkan betapa indahnya kota Ambon dengan segala kekayaan alamnya. Daerah kepulauan ini memiliki banyak pantai cantik. Menurut orang-orang setempat kata cantik disetarakan dengan manis. Sedikitnya ada 8 pantai yang mengelilingi kota Ambon dan pantai di kota-kota lainnya yang berada di kepulauan kecil yang terpisah.
Kata manise terakhir juga digambarkan dalam sistem hubungan sosial di masyarakat Maluku, tentu saja Ambon, yaitu pela dan gandong. Pela adalah suatu ikatan persatuan, sedangkan gandong mempunyai arti saudara. Jadi, pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dan saling mengangkat saudara.
Konon ceritanya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda sudah terciptanya hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat Maluku yang berlainan agama. Pada tahun 1921 ketika ada lomba perahu belang yang diadakan pemerintah Belanda, tim Maluku berisi orang-orang yang berlainan agama, tetapi sangat rukun dan kompak, sehingga memenangkan perlombaan. Bahkan kekompakkan diperlihatkan dalam kehidupan sosial lainya, seperti negeri Kailolo sedang membangun masjid dan dibantu pembangunannya oleh orang-orang Tihulale yang berlainan agama. Begitupun negeri Ka ilolo ikut membantu berdirinya gereja. Hubungan sosial tersebut terjalin sangat indah. Seperti halnya kata cantik, keindahan hubungan tersebut disebut masyarakat Maluku sangat manise.
No comments:
Post a Comment