Tuesday, January 15, 2013

5 Negara yang Mempunyai Masalah Perdagangan dengan Indonesia

Terdambakan - Di tengah lesunya ekspor Indonesia saat ini, dan bikin neraca perdagangan dalam negeri yang mengalami defisit dalam 50 tahun terakhir. Ternyata ada beberapa masalah perdagangan antar negara dengan Indonesia yang mengalami hambatan sampai saat ini.

Hambatan tersebut mulai dari aduan ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), sebagai lembaga yang mengawasi persetujuan dan menghilangkan hambatan perdagangan internasional karena menilai Indonesia tidak fair, terkait aturan impor hortikultura.

Selain aduan ke WTO, Indonesia dan beberapa negara saling tekan dan diskon bea keluar produk, di tengah kelesuan ekonomi dunia yang berdampak daya saing produk dalam negeri jadi tidak dilirik oleh negara lain.

Beberapa masalah perdagangan antar negara tersebut diantaranya :

1. Protes Amerika soal aturan impor hortikultura
Terdambakan - Amerika Serikat telah mengirimkan surat protes kepada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Amerika dalam suratnya memprotes kebijakan pemerintah Indonesia yang membatasi impor hortikultura dan produk hewan.

Menurut keterangan tertulis di Kementerian Perdagangan Amerika Serikat, Amerika berkeberatan dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan izin impor secara ketat untuk produk-produk hortikultura di tahun 2011. Di sisi lain, keputusan pemerintah untuk menetapkan kuota impor daging sapi dan produk hewan lain telah merugikan Amerika sebagai pemasok produk-produk tersebut.

Amerika mengatakan, meskipun kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri Indonesia, namun telah melanggar aturan WTO.

Duta Besar Duta Besar Amerika Serikat Scot Marciel mengatakan pihaknya mengajukan laporan karena ingin mengajak pemerintah berunding soal kebijakan ekonomi yang dirasa mengganjal hubungan kedua negara.

"Jadi ini bukan perselisihan, soal pengaduan itu kita menyebutnya sistem konsultasi. Jadi kami harapkan Indonesia bersedia menggelar dialog (soal pembatasan impor hortikultura dan daging)," ujar Marciel di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (15/1).

2. Jepang protes hilirisasi industri tambang
Terdambakan - Pemerintah memutuskan mengenakan tarif bea keluar sebesar rata-rata 20 persen terhadap 65 komoditi Indonesia. Jumlah komoditi yang dikenakan bea keluar meluas, karena sebelumnya pemerintah hanya mengenakan bea keluar terhadap 14 komoditi.

Namun, rencana tersebut mendapatkan pertentangan dari negara Jepang yang saat ini menjadi mitra utama dagang Indonesia. Padahal, aturan tersebut menargetkan industri tambang dalam negeri untuk mengolah dahulu kekayaan perut bumi Indonesia sebelum di ekspor.

Protes pengusaha Jepang tersebut sebelumnya diungkapkan Menteri Perindustrian M.S. Hidayat. Kabarnya Jepang menggugat kebijakan hilirisasi pertambangan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia.

3. Perang bea keluar CPO dengan Malaysia
Terdambakan - Bea Keluar CPO Malaysia turun sebesar 4,5 persen 8,5 persen dari sebelumnya 23 persen. Kementerian Perdagangan negeri jiran saat itu juga menyatakan mereka mengeluarkan aturan ini untuk merespon turunnya harga CPO dunia.

Pemerintah Indonesia kecewa lantaran sebelumnya utusan Kementerian Pertanian telah bertemu pihak Malaysia untuk membatasi kuota ekspor. Jika Indonesia ikut menurunkan bea keluar, dipastikan harga CPO bakal semakin anjlok.

Selain bea keluar, langkah Indonesia dan negeri Jiran adalah bakal mengurangi kuota ekspor dengan cara penebangan hutan sawit lama. Namun ternyata hal ini tidak dilakukan.

Panas dengan ulah Malaysia dan mulai adanya didesak pengusaha dalam negeri, akhirnya Indonesia berencana menurunkan bea keluar dengan hanya akan dipatok pada angka 7,5 persen.

Padahal awalnya, Kemendag hanya berencana menerima tawaran Kementerian ESDM yang akan mengajak pelaku industri perkebunan dan pertambangan di Kalimantan memakai biofuel.

4. Rayu Thailand samakan harga karet
Terdambakan - Kebijakan China yang mengurangi permintaan karet, membuat suplai komoditas ini berlebih di pasar. Bahkan harga sampai pada titik terendah USD 2,79 per kilogram.

Indonesia merayu Thailand untuk mengurangi volume ekspor karet. Akan tetapi, Thailand yang bersikap beda dari dua anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC), hanya mengindikasikan ingin harga komoditi karet tetap di kisaran USD 2,5 per kilogram, dengan tidak mengatur kuota ekspor.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan, pemerintah akan mengintensifkan komunikasi dengan Negeri Gajah Putih itu. Indonesia berharap harga komoditas karet alam dapat bertahan di kisaran USD 3 per kilogram.

Bayu meyakini, Kementerian Perdagangan Thailand bersedia berkompromi. "Saya pikir semua akan happy dengan USD 3 (per kilogram), kalau Thailand sekarang USD 2,5, ketika nanti dapat USD 3 mereka happy juga kan," ujarnya saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu.

5. Kampanye tolak CPO Indonesia di Prancis
Terdambakan - Pemerintah Indonesia harus bekerja keras merayu pengusaha dan masyarakat Prancis dan Belanda, yang saat ini menjadi pasar CPO dari Indonesia, mereka dikhawatirkan menolak minyak kelapa sawit Indonesia, lantara diisukan tidak ramah lingkungan.

Organisasi di Prancis mengajukan ke agar diterapkan pajak impor CPO sebesar 300 persen. Penerapan pajak impor ini dilatarbelakangi kampanye produk sawit berbahaya untuk kesehatan.

Pemerintah mengakui kampanye hitam soal sawit dari Indonesia masih akan berlangsung. Padahal saat ini Eropa mengimpor sekitar 4,5 juta ton CPO dari berbagai negara dan paling banyak mengimpor dari India dan China. Sedangkan ekspor CPO Indonesia ke Eropa hanya sekitar 1,5 sampai 1,8 juta.

No comments:

Post a Comment