Gebrakan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi, kerap mendapat dukungan dari sejumlah lapisan masyarakat. Namun, banyak juga yang melempar kritikan pedas terhadap sejumlah program yang dibuat oleh suami Iriana tersebut.
Terlebih masalah anggaran yang dihabiskan, guna mendukung teraplikasinya program yang dicanangkan Jokowi. Banyak pula yang menuding sejumlah program Jokowi menghabiskan dana yang tidak sedikit, dinilai tidak layak diterapkan.
Berikut beberapa program Jokowi yang mendapatkan kritik dari segi anggaran,dikutip dari Merdeka:
1. Kartu Jakarta Sehat
Beberapa waktu lalu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati membeberkan tentang bocornya alokasi anggaran kesehatan di DKI. Pasalnya Dien menilai sejak kemunculan KJS, lonjakan pasien di puskesmas maupun rumah sakit di Ibu Kota mencapai 70 persen. Otomatis, anggaran di bidang kesehatan itu pun turut membengkak.
"Sampai akhir Desember perkiraan masih akan ada utang hingga Rp 355 miliar," ungkap Dien.
Anggaran yang disediakan untuk jaminan kesehatan selama 2012, lanjut Dien, mencapai Rp 769 miliar. Untuk sampai bulan November saja telah terserap hingga 90 persen, atau sekitar Rp 692,1 miliar.
Namun, setelah KJS diluncurkan, jumlah pasien meningkat hingga menjadi 4,7 juta jiwa, karena termasuk juga warga yang rentan miskin. Menurut Dien, akibat dari lonjakan KJS ini, hingga akhir Desember 2012, pihaknya memperkirakan akan memiliki utang sebesar Rp 355 miliar kepada pihak rumah sakit. Dien menegaskan, tunggakan biaya kesehatan tersebut akan dibayarkan menggunakan APBD 2013.
"Karena tahun depan yang akan dibiayai mencapai 4,7 juta jiwa, sehingga anggaran yang kita ajukan Rp 1,2 triliun," jelasnya.
Lonjakan pasien paling banyak terjadi di kawasan kumuh seperti, Tambora, Marunda, Penjaringan, serta Cilincing. Sedangkan untuk daerah di kawasan Jakarta Selatan, jumlah pasien justru stabil karena termasuk kawasan elite. "Lonjakan pasien hingga 50-70 persen, terutama bagi daerah-daerah kumuh," ujarnya.
2. DPRD desak Jokowi buat payung hukum KJP
DPRD DKI Jakarta mendesak Jokowi untuk segera merumuskan payung hukum atau aturan dalam bentuk peraturan gubernur (pergub) terkait program Kartu Jakarta Pintar (KJP).
"Perlu ada peraturan gubernur, supaya pihak pengawas seperti BPK atau KPK punya dasar hukum lebih jelas. Dan sekarang belum ada, karena ini baru," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana.
Pria yang akrab disapa Sani ini mengatakan, payung hukum itu sangat penting. Apalagi anggaran untuk ketiga program itu sangat besar sehingga perlu diperinci agar tidak disalahgunakan.
3. Awasi proyek monorail, DPRD DKI bentuk Pansus
Mencegah tersentuhnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendukung proyek monorail, DPRD DKI Jakarta berniat membentuk Panitia Khusus (pansus). Pasalnya, di negara lain seperti Kuala Lumpur dan Sidney (Australia) monorail akhirnya diambil alih pemerintah.
"Jangan sampai monorail menggunakan dana APBD. Karena negara besar lainnya mengangkat bendera putih maka diambil alih oleh pemerintah," ujar Wakil Ketua DPRD Triwisaksana (Sani).
Pansus Monorail tersebut akan menyoroti tiga hal utama, yakni legalitas, pembiayaan dan operasional.
Aspek pembiayaan, lanjut Sani, perlu diketahui apakah akan ada subsidi dari APBD jika pengerjaan proyek tersebut gagal dilakukan oleh pihak swasta. Karena, proyek tersebut sama sekali tidak tender dan tidak meminta persetujuan DPRD.
4. Pemanfaatan dana CSR
Penggunaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk biayai sejumlah proyek yang dilakukan Jokowi, dinilai pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Iberamsjah bisa mengakibatkan lambat laun Jakarta tergadai kepada pengusaha.
"Ya kalau diperbolehkan terus nanti setiap cukong-cukong akan membantu. Nanti bisa membuat Jakarta seperti tergadai," ujar Iberamsjah.
Iberamsjah menilai tidak semua program harus dibiayai dana CSR. Sebab, setiap program pemerintah provinsi DKI harus dibiayai APBD yang disusun bersama DPRD DKI.
"Kalau CSR itu sama saja dana siluman. Pasti tidak, tidak ada kepentingan. Pasti ada lah," tandasnya.
5. Dana blusukan Rp 26,6 miliar
Blusukan yang dilakukan Jokowi selama ini rupanya menghabiskan dana sebesar Rp. 26,6 miliar. Setidaknya hal itulah yang diungkapkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Dana dengan jumlah fantastis tersebut termaktub dalam anggaran belanja penunjang operasional tahun 2013 sebesar Rp 26.670.450.000.
Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi mengatakan, dana blusukan itu dalam peraturan gubernur disebut belanja penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah. Namun, kata dia, publik menamakan alokasi dana tersebut ke dalam anggaran blusukan.
"Anggaran blusukan Jokowi atau belanja penunjang operasional tahun 2013 sebesar Rp.26.670.450.000 pertahun. Hal ini bisa dilihat dari lampiran III Peraturan Gubernur No.10 tahun 2013 tertanggal 25 Februari 2013, halaman 50," jelas Uchok dalam keterangan tertulisnya kepada merdeka.com, Minggu (21/7).
Uchok menjelaskan, anggaran blusukan Jokowi setiap bulan sebesar Rp 2,2 miliar. "Kalau perhari berarti sebesar Rp 74 juta, dan kalau dibagi dua antara Ahok dengan Jokowi, berarti masing-masing untuk satu orang sebesar Rp 37 juta perorang," terang dia.
Uchok pun mengaku berani apabila ditantang oleh orang nomor satu di DKI Jakarta itu untuk menunjukkan bukti hasil temuannya kepada publik. "Ini sudah ditunjukkan sama temen-temen TV (wartawan), itu tunjangan operasional," imbuhnya.
No comments:
Post a Comment