Terdambakan - Persaingan antara Indonesia dengan Malaysia bukan hal baru. Persaingan ketat tidak hanya terjadi di ranah sepak bola, tapi juga di lini bisnis.
Sebut saja persaingan di industri minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Indonesia dan Malaysia adalah dua negara penyuplai minyak sawit terbesar dunia. Belakangan, persaingan makin panas setelah pemerintah Malaysia membebaskan bea keluar CPO. Sementara Indonesia memutuskan tidak mengikuti kebijakan tersebut.
Persaingan juga terjadi di lini bisnis minyak dan gas (migas). Di Indonesia, PT Pertamina (Persero) berjaya setelah perusahaan migas asal Malaysia, Petronas, memutuskan menutup 15 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang beroperasi di Indonesia.
Terlepas dari itu, menarik melihat peta persaingan antara dua perusahaan tersebut. Direktur of Indonesia Center for Green Economy Darmawan Prasodjo melihat, kinerja Pertamina justru kalah jauh dibandingkan perusahaan asal Malaysia tersebut.
"Pertamina tertinggal jauh jika harus dibandingkan dengan Petronas," tegas Darmawan kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/3).
Darmawan melihat kekalahan tersebut bukan salah Pertamina. Dia melihat, kesalahan ada di pemerintah yang selalu ketergantungan terhadap lifting minyak untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dia mencatat, ada beberapa poin atau indikator kekalahan Pertamina dibandingkan Petronas. Berikut catatan tersebut:
Sebut saja persaingan di industri minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Indonesia dan Malaysia adalah dua negara penyuplai minyak sawit terbesar dunia. Belakangan, persaingan makin panas setelah pemerintah Malaysia membebaskan bea keluar CPO. Sementara Indonesia memutuskan tidak mengikuti kebijakan tersebut.
Persaingan juga terjadi di lini bisnis minyak dan gas (migas). Di Indonesia, PT Pertamina (Persero) berjaya setelah perusahaan migas asal Malaysia, Petronas, memutuskan menutup 15 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang beroperasi di Indonesia.
Terlepas dari itu, menarik melihat peta persaingan antara dua perusahaan tersebut. Direktur of Indonesia Center for Green Economy Darmawan Prasodjo melihat, kinerja Pertamina justru kalah jauh dibandingkan perusahaan asal Malaysia tersebut.
"Pertamina tertinggal jauh jika harus dibandingkan dengan Petronas," tegas Darmawan kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/3).
Darmawan melihat kekalahan tersebut bukan salah Pertamina. Dia melihat, kesalahan ada di pemerintah yang selalu ketergantungan terhadap lifting minyak untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dia mencatat, ada beberapa poin atau indikator kekalahan Pertamina dibandingkan Petronas. Berikut catatan tersebut:
1. Fokus kinerja
Terdambakan - Darmawan melihat, kekalahan utama Pertamina dibandingkan Petronas adalah fokus kinerja. Akibatnya, Petronas memiliki pasar yang lebih besar dibandingkan Pertamina.
"Pertamina hanya berorientasi pada profit, sedangkan Petronas memiliki orientasi pada pertumbuhan pasar," katanya.
"Pertamina hanya berorientasi pada profit, sedangkan Petronas memiliki orientasi pada pertumbuhan pasar," katanya.
2. Profit
Terdambakan - Keuntungan yang diperoleh pemerintah dari pemberian profit Pertamina hanya 10 persen yang dikembalikan ke Pertamina untuk investasi.
Sedangkan, Petronas diberikan 70 persen dari keuntungan yang diberikan ke negara untuk diinvestasikan kembali.
"Pertamina kurang dari 10 persen profit diinvestasikan kembali ke Pertamina, sedangkan Petronas 70 persen dari profit diinvestasikan kembali ke Petronas," kata dia.
Sedangkan, Petronas diberikan 70 persen dari keuntungan yang diberikan ke negara untuk diinvestasikan kembali.
"Pertamina kurang dari 10 persen profit diinvestasikan kembali ke Pertamina, sedangkan Petronas 70 persen dari profit diinvestasikan kembali ke Petronas," kata dia.
3. Belanja modal
Terdambakan - Pertamina saat ini hanya memiliki belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar USD 10 miliar atau Rp 9,5 triliun sedangkan Petronas memiliki capex 9 kali lipat dari Pertamina yang mencapai USD 91 miliar.
"Artinya Pertamina kekurangan capital yang kronis sedangkan Petronas memiliki capital yang cukup untuk mendukung pertumbuhan," tegas dia.
"Artinya Pertamina kekurangan capital yang kronis sedangkan Petronas memiliki capital yang cukup untuk mendukung pertumbuhan," tegas dia.
4. Produksi minyak
Terdambakan - Dalam hal produktivitas, Pertamina juga kalah jauh dibandingkan Petronas. padahal, dari sisi potensi, di Indonesia lebih besar dibandingkan Malaysia.
Pertamina memiliki 148 sumur. Dari jumlah tersebut, Pertamina hanya mampu memproduksi 200 barel per hari per sumur.
Petronas punya sumur tidak lebih dari 10 sumur. Tapi produksinya lebih dari 100.000 barel per hari per sumur.
Pertamina memiliki 148 sumur. Dari jumlah tersebut, Pertamina hanya mampu memproduksi 200 barel per hari per sumur.
Petronas punya sumur tidak lebih dari 10 sumur. Tapi produksinya lebih dari 100.000 barel per hari per sumur.
5. Setoran ke negara
Terdambakan - Tingginya produksi minyak berpengaruh pada setoran ke negara. Pertamina hanya menyetor Rp 7,7 triliun setiap tahunnya. Kontribusinya hanya 1,6 persen dari APBN.
Sedangkan Petronas mampu menyetor hingga Rp 190 triliun. Ini setara 40 persen APBN Malaysia.
Sedangkan Petronas mampu menyetor hingga Rp 190 triliun. Ini setara 40 persen APBN Malaysia.
6. Manajemen
Terdambakan - Manajemen Pertamina dinilai tidak punya ruang untuk merespons dinamika dan peluang pasar. Sementara manajemen Petronas mampu merespons dinamika pasar dan peluang pasar.
No comments:
Post a Comment