Friday, March 1, 2013

5 Kendala "Kartu Jakarta Sehat" yang Membuat Jokowi Pusing

Terdambakan - Sebelum dan setelah Joko Widodo menjadi Gubernur DKI Jakarta, pria yang akrab disapa Jokowi ini terus menyebut-nyebut Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebagai program andalannya. Belakangan, program unggulan yang disampaikannya semasa kampanye itu menjadi bumerang bagi mantan Wali Kota Solo ini.

Sejumlah pihak, mulai dari anggota DPRD hingga warga DKI terus mengeluhkan program milik Jokowi.

Pada mulanya, KJS sempat menjadi angin segar bagi penduduk pemilik Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI untuk memeriksa kesehatan. Betapa tidak, warga hanya perlu mendaftarkan diri ke Puskesmas dengan membawa KTP.

Tak hanya itu, melalui KJS pula memungkinkan warga untuk langsung dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan Pemprov DKI tanpa harus membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Namun sayang, beberapa pihak menilai program ini dianggap tidak siap untuk segera diterapkan. Tak pelak, Jokowi selaku pembuat program dibuat pusing sendiri.

Berikut adalah bermacam masalah yang menerpa Jokowi terkait KJS:

1. Pasien membludak
Terdambakan - Sejak diluncurkan pada 10 November lalu, warga Jakarta menanggapi kehadiran KJS dengan antusias.Masyarakat kemudian berbondong-bondong membuat KJS hanya dengan menyertakan KTP dan Kartu Keluarga (KK). Tak pelak, rumah sakit juga terkena imbasnya dengan banyaknya pasien masuk dengan bermodal KJS.

Contohnya, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng menerima kedatangan pasien dari penderita gizi buruk.

"Sebelum ada KJS RSUD per bulan biasanya hanya menangani satu balita gizi buruk. Setelah diluncurkannya KJS, bisa mencapai empat," kata Kepala Instalasi Rawat Inap RSUD Cengkareng Budiman, di RSUD Cengkareng, Kamis (21/2).

Setelah KJS diluncurkan, jumlah pasien meningkat hingga menjadi 4,7 juta jiwa, termasuk warga yang rentan miskin. Menurut Dien, akibat dari lonjakan KJS hingga akhir Desember 2012, Pemprov DKI diperkirakan memiliki hutang sebesar Rp 355 miliar kepada rumah sakit.

Dien menegaskan, tunggakan biaya kesehatan tersebut akan dibayarkan menggunakan APBD 2013. Menanggapi hal ini Jokowi mencoba memberi jawaban bijak. Bahkan menurutnya hal lebih buruk justru bisa terjadi jika KJS ini tidak ada.

"Membeludaknya pasien banyak yang tidak tertampung, sehingga ya ada kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Tetapi kalau enggak ada KJS juga bayangin berapa ratus ribu yang tak terobati," ujar Jokowi di Balai Kota Jakarta, Kamis (28/2).

Lonjakan pasien paling banyak terjadi di kawasan kumuh seperti, Tambora, Marunda, Penjaringan, serta Cilincing. Sedangkan untuk daerah di kawasan Jakarta Selatan, jumlah pasien justru stabil karena termasuk kawasan elite.

2. Fasilitas tidak memadai
Terdambakan - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) sudah terbilang sukses. Namun yang menjadi masalah adalah peralatan di puskesmas dan beberapa rumah sakit belum memadai.

"KJS itu memang membeludak dan fasilitas pendukung yang ada di Puskesmas dan RS memang belum memadai, belum siap, ini problemnya," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (20/2).

Selain itu, penerapan sistem online untuk mencari kamar yang kosong secepatnya akan diselesaikan. Hal ini untuk menghindari pasien lambat untuk ditangani.

"Beri waktu kita untuk bangun sebuah sistem online, yang nanti bisa menginformasikan mana rumah sakit yang masih punya kamar kosong, ICU-nya kosong, NICU-nya kosong dan mana yang penuh," ujarnya.

Meskipun demikian, walaupun sistem online berjalan tapi fasilitas belum memadai itu akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu Pemprov DKI akan menambah kamar ICU, NICU, dan lainnya.

"Kita akan tambah fasilitasnya," pungkasnya

3. Sisa utang di masa Foke
Terdambakan - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membantah jebolnya anggaran kesehatan bukan karena adanya program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Menurutnya, anggaran kesehatan jebol terjadi sebelum ada KJS.

"Dari dulu (ada tunggakan). Dari tahun-tahun sebelumnya juga ada tunggakan. Tunggakan itu kan sebelum Oktober. KJS itu akhir Oktober mulai. Bukan karena KJS," kata Jokowi di Balai Agung Jakarta, Senin (17/12).

Jokowi berjanji, akan menjelaskan duduk perkaranya. "Nanti saya ceritakan secara runtut. Bukan karena KJS. Tapi karena KJS itu, pasien jadi banyak itu iya, tapi tagihan bukan karena itu. Tapi tagihan belum muncul. Baru muncul akhir ini," ujarnya.

Soal keterlambatan pembayaran ini sebenarnya sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Jika ada tunggakan pembayaran, Jokowi berjanji akan membayarnya.

"Punya uang kok gak dibayar. Itu hanya keterlambatan, dari tahun ke tahun sama. Hanya proses administrasi yang harus diselesaikan di UPT (unit pelaksana teknis) Jamkesda, mungkin orangnya kurang, harus teliti ngeceknya," kata Jokowi.

Jebolnya alokasi anggaran kesehatan di DKI diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati. Menurutnya, setelah adanya KJS, jumlah pasien baik di puskesmas maupun rumah sakit di Ibu Kota melonjak hingga 70 persen. Otomatis, anggaran di bidang kesehatan itu pun turut membengkak.

"Sampai akhir Desember perkiraan masih akan ada utang hingga Rp 355 miliar," ungkap Dien, Jakarta, Jumat (14/12).

Dien menjelaskan, anggaran yang disediakan untuk jaminan kesehatan selama 2012 mencapai Rp 769 miliar. Untuk sampai bulan November saja telah terserap hingga 90 persen, atau sekitar Rp 692,1 miliar.

4. Sakit ringan juga minta dirawat
Terdambakan - Mudahnya prosedur KJS membuat banyak orang tak segan mengurus dan melakukan pengobatan dengan fasilitas ini. Bahkan, beberapa yang tak sakit parah minta dirawat inap akibat mudahnya prosedur pelayanan KJS. menyikapi hal ini, Jokowi pun berupaya melakukan pemenuhan fasilitas rumah sakit.

"Fasilitas yang kurang ya dikejar, ruangannya kurang di kejar. Karena sejak sekarang gratis, pengennya rawat inap semuanya. Harus nya rawat jalan pengennya rawat inap, ya enggak apa-apa," jelasnya.

5. Orang kaya ingin berobat gratis
Terdambakan - Melihat mudah dan tidak ketatnya prosedur pembuatan KJS juga dimanfaatkan sejumlah pihak. Bukan hanya yang miskin, si kaya juga ikut ambil bagian untuk mendapatkan KJS ini.

Seperti yang terjadi di kawasan Rukun Tetangga (RT) di Jakarta Timur, warga yang tergolong kelas menengah ke atas berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk mendapatkan KJS.

Dari 20 form yang diterima ketua RT dan diserahkan kepada warga, sebanyak 24 form yang dikembalikan.

"Kemungkinan form itu di fotokopi. Kami sudah menyampaikan kepada warga yang mampu, masa tidak malu dirawat di kelas III rumah sakit padahal mampu di kelas I ataupun di VIP. KJS ini diperuntukkan untuk warga yang tidak mampu," kata Yanto, seorang ketua RT di kawasan Jakarta Timur kepada merdeka.com, Senin (18/2).

Ternyata himbauan Yanto tidak digubris, tetap saja warga yang mampu mengajukan form tersebut ke RT. Yanto mengaku tidak bisa berbuat banyak, karena khawatir akan terjadi konflik dengan warganya.

"Saya sudah beri peringatan, jika di cross check oleh Pemprov DKI atau ketahuan memalsukan dokumen bisa kena hukuman. Berharap warga mampu itu mengurungkan niatnya dan KJS bisa bermanfaat buat warga yang kurang mampu," kata dia.

Dia mengatakan seharusnya Jokowi beserta jajarannya bisa memperketat peraturan tersebut. Sehingga KJS diperuntukkan untuk warga yang kurang mampu.

"Seperti pemetaan wilayah yang didominasi oleh warga yang ekonomi ke bawah lebih diutamakan," tutupnya.

No comments:

Post a Comment